Allah SWT. menciptakan makhluk hidup secara berpasangan. Salah satu tujuannya adalah untuk melestarikan keturunan. Pelestarian keturunan terjadi jika adanya reproduksi yang akan terjadi di antaranya melalui proses perkawinan. Oleh karena itu, perkawinan memiliki peran yang sangat penting dalam pelestarian keturunan. Namun demikian, perkawinan juga memiliki fungsi lain yaitu penyaluran hasrat seksual di kalangan manusia. Sebagaimana dipahami, perkawinan dapat menghindarkan terjadinya penyimpangan seksual atau kejahatan seksual.
Perkawinan merupakan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. agar hubungan suami istri dikalangan manusia menjadi sah dan tidak dianggap zina. Dalam ajaran Islam, perzinaan merupakan perbuatan yang termasuk dosa besar.
HUKUM PERKAWINAN
1. Jaiz atau Mubah
Perkawinan hukum asalnya adalah mubah (boleh). Pada prinsipnya, setiap manusia yang telah memiliki persyaratan untuk menikah, dibolehkan untuk menikahi seseorang yang menjadi pilihannya.
Hal ini didasarkan atas firman Allah SWT. berikut ini.
“Maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja.” (QS.An-Nissa’, 4:3)
2. Sunnah
Perkawinan hukumnya sunnah bagi mereka yang telah mampu dan berkeinginan untuk menikah dan seandainya tidak menikah tidak khawatir berbuat zina.
Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW. dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, “Hai para pemuda, barang siapa di antara kamu yang mampu serta berkeinginan untuk menikah, hendaklah dia menikah. Karena sesungguhnya perkawinan itu dapat menundukkan pandangan mata terhadap orang yang tidak halal dilihat dan akan memeliharanya dari godaan syahwat. Dan barangsiapa yang tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa. Karena puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang.”
3. Wajib
Perkawinan yang wajib dilakukan seseorang yang sudah memiliki kemampuan baik secara materi maupun mental dan seandainya tidak segera menikah dikhawatirkan berbuat zina. Jika ia menanguhkannya, justru dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam perzinaan atau perbuatan dosa lainnya.
4. Makruh
Perkawinan menjadi makruh hukumnya apabila dilakukan oleh orang-orang yang belum mampu melangsungkan perkawinan. Kepada mereka dianjurkan untuk berpuasa.
5. Haram
Perkawinan menjadi haram hukumnya apabila dilakukan ileh seseorang yang bertujuan tidak baik dalam perkawinannya, misalnya untuk menyakiti hati seseorang. Perkawinan dengan motivasi seperti ini dilarang oleh ajaran Islam dan sangat bertentangan dengan tujuan mulia dari perkawinan itu sendiri.
Tujuan perkawinan adalah sebagaimana dalam firman Allah SWT.
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptkan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan dia antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kamu yang berpikir.” (QS. Ar-Rum, 30:21)
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan perkawinan adalah terciptanya ketentraman, cinta dan kasih sayang di antara suami dan istri. Termasuk ke dalam perkawinan yang diharamkan ialah perkwinan yang dilakukan dengan maksud menganiaya dan mengambil alih harta orang. Hal ini disebabkan niat perkawinan tersebut bukan karena Allah SWT., tetapi hanya karena harta atau materi.
SYARAT PERKAWINAN
Syarat-syarat perkawinan adalah sebagai berikut.
1. Calon Suami
Disyaratkan bahwa calon suami telah balig dan berakal serta tidak mempunyai halangan syara’ untuk menikahi wanita tersebut. Halangan syara’ itu, antara lain adalah lelaki yang melakukan akad nikah itu tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah.
2. Wanita yang halal untuk dikawini
Dengan kata lain, tidak ada halangan syara’ untuk menikahi wanita tersebut, baik selamanya (mu’abbad), seperti ibu, saudara perempuan, dan saudara sesusuan, maupun sementara (mu’aqqat), seperti dua wanita yang bersaudara.
Firman Allah SWT dalam Surah An-Nissa [4] ayat 22-23.
3. Sigat (lafal) ijab dan kabul
Contoh kalimat ijab yang diucapkan wali perempuan, yaitu sebagai berikut.
Saya nikahkan engkau dengan anak saya yang bernama ... binti ... dengan maskawin ... dibayar tunai
Contoh kalimat kabul yang diucapkan mempelai pria sebagai berikut.
Saya terima nikahnya saudari ... binti ... dengan maskawin ... dibayar tunai
4. Wali
Wali adalah orang yang menikahkan mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan. Wali pulalah orang yang berhak mengizinkan seorang perempuan dinikahi oleh seorang laki-laki.
Rasulullah SAW. bersabda yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Baihaqi dari Abu Hurairah sebagai berikut.
“Barangsiapa di antara perempuan menikah tanpa izin walinya, pernikahannya tidak sah.”
Wali nikah ada dua macam, yaitu wali nasab dan wali hakim.
a) Wali Nasab yaitu wali yang berdasarkan ikatan pertalian darah menurut ukuran yang terdekat dari calon mempelai perempuan. Misalnya bapak, kakak laki-laki kandung (seibu sebapak), kakak laki-laki sebapak, dan sebagainya.
b) Wali Hakim yaitu wali yang diangkat oleh calon pengantin apabila wali nasab sudah tidak ada, berhalangan hadir, atau karena diberi wewenang oleh wali nasab.
Syarat-syarat wali, yaitu mukallaf (dewasa, beragama Islam, dan sehat akalnya), adil (tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terus-menerus melakukan dosa-dosa kecil), serta berjenis kelamin laki-laki.
5. Saksi
Akad nikah harus dihadiri minimal dua orang saksi. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW. yang diriwayatkan oleh Daruquthni dan Ibnu Hibban dari Aisyah bin Abu Bakar sebagai berikut. “Tidak sah nikah tanpa wali dan dua orang saksi laki-laki yang adil.”
6. Mahar (Mas Kawin)
Mahar adalah pemberian yang diberikan oleh calon suami kepada calon istrinya dan dinyatakan di dalam sigat (lafa’z) akad nikah. Mahar merupakan tanda persetujuan.
Berkaitan dengan Mahar, Allah SWT. berfirman “Dan berikan maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagai dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah permberian itu dengan senang hati.” (QS.An-Nissa, 4:4)