Minggu, 07 April 2013

Jiwa Tauhid Memberantas Sifat Takut


“Sesungguhnya orang-orang  yang mengatakan: Allah itu Tuhan kami, kemudian mereka berpendirian teguh (istiqamah), maka  malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (berkata): Jangan kamu takut dan jangan berduka-cita, dan terimalah berita gembira memperoleh surga yang telah dijanjikan kepada kamu.  Kami menjadi pelindung kamu dalam kehidupan di dunia ini dan di hari akhirat. Di sana kamu memperoleh semua apa yang menjadi keinginan jiwamu (hatimu)  dan di sana kamu memperoleh semua apa yang kamu minta.” (Fushilat : 30-32)

Takut adalah penyakit rohaniah
Dalam suatu perjuangan seringkali manusia dikalahkan oleh musuh-musuh yang bercokol dalam  tubuhnya  sendiri,    yang    menjadi musuh  dalam  selimut dan merupakan penyakit rohaniah. Penyakit itu di antaranya adalah sifat takut.

Perasaan  takut  itu  adalah satu gejala kejiwaan yang amat berbahaya. Rasa takut  timbul  karena  jiwa tidak kuat menghadapi masalah-masalah atau tantangan yang dihadapi. Adakalanya juga karena memang ditakut-takuti, diintimidasi, mendapat teror mental dan fisik,   khawatir kalau dipencilkan, dipecat, ”periuk nasi akan terbalik” (kehilangan sumber hidup), dan berbagai kesangsian lainnya. Acapkali pula kekhawatiran itu dianggap terlalu besar, bahkan ada juga orang yang takut kepada bayang-bayang, hantu di siang bolong, dan lain-lain.

Ada ahli fikir yang mengibaratkan rasa takut semacam ini sebagai suatu penjajahan. Bentuk penjajahan tersebut bermacam-macam, ada yang datang dari dalam dan luar. Orang yang masih dijajah oleh rasa takut pada hakikatnya belum merdeka, masih dikuasai oleh satu penjajahan besar. Mohammad Natsir pernah mengatakan bahwa ”Penjajah yang lahir itu hanyalah manifestasi dari induk-penjajah, yang bernama rasa takut. Rasa takut ini melumpuhkan jiwa, menghilangkan inisiatif, dan mematikan daya cipta suatu masyarakat.”

Hanya dalam satu hal ada kebaikan rasa takut itu, yaitu takut dalam kesalahan, takut menegakkan benang basah atau yang bathil, seperti yang disebutkan dalam peribahasa : ”Takut karena salah, berani karena benar”.

Pada saat seseorang dihinggapi rasa takut ketika memulai suatu usaha atau pekerjaan, pada hakikatnya pada saat itu juga dia sudah mengahadapi kegagalan. Perhatikanlah seorang pengusaha yang takut menghadapi kerugian, dia tidak berani membuat transaksi besar dan akhirnya ia akan tetap menjadi tukang warung sepanjang zaman.

Salah satu akibat yang fatal dari rasa takut itu ialah semangat maju-mundur dalam menghadapi suatu hal. Hati dari dalam mengatakan supaya maju, tapi kaki menggerakkan supaya mundur. Yang lebih celaka lagi, orang-orang yang dicekam rasa takut itu pada umumnya tidak memiliki harga diri dan prestise yang dinamakan ’iffah.

’Iffah itu ialah naluri pembelaan terhadap diri sendiri apabila diperlakukan orang dengan perilaku yang tidak wajar. Orang-orang yang dihinggapi rasa takut itu akan ”menelan” saja hinaan yang dilemparkan kepadanya, walaupun hati kecilnya mengatakan perbuatan itu tidak pantas dan tidak adil. Dia tidak berani menantang dan melawan , sebab dihambat oleh rasa takut. Berbeda halnya orang yang mempunyai ’iffah itu, seluruh urat syarafnya akan bergerak, darahnya mengalir dan mendidih, dihadapinya tanpa bimbang walaupun posisi dan kekuatan lawannya itu jauh lebih besar.

Dapat disimpulkan bahwa rasa takut itu adalah suatu penyakit rohani yang harus diberantas.

Jiwa Tauhid memberantas rasa takut.
Salah satu kekuatan yang paling ampuh untuk memberantas rasa takut ialah dengan mempertebal dan menghayati jiwa Tauhid. Yaitu kepercayaan yang bulat dan tunggal terhadap kekuasaan Illahi. Dalam segala situasi dan kondisi senantiasa diingat kebesaran dan kekuasaan Allah dan hanya merasa takut kepada-Nya saja.

Pada ayat yang dikutip di atas, ditegaskan bahwa saripati Tauhid itu dirangkaikan dalam pengakuan yang bulat dan mutlak bahwa Tuhan itu ialah Allah (Rabbunallah), dan supaya pengakuan itu dipegang teguh (istiqamah) dalam setiap keadaan.

Dalam menafsirkan Rabbunallah itu, Sayid Quthub dalam tafsir ”Fi Zilalil Quran” (jilid VII) menyatakan:
”Perkataan Rabbunallah bukanlah semata-mata diucapkan saja. Tetapi menjadi dasar akidah di dalam jiwa, jalan yang sempurna dalam kehidupan untuk menghadapi setiap keadaan dan perkembangan. Menjadi landasan berfikir dan menimbang bagi manusia dalam setiap hubungan dan kegiatan dalam wujud ini.” Selanjutnya dinyatakan:
  1. Rabbunallah, hanya kepada Allah manusia mengabdi dan (menyembah); kepada-Nya muka dihadapkan; hanyalah Dia yang ditakuti, dan Dia-lah yang menjadi tempat bersandar dan bergantung.
  2. Rabbunallah, berarti tidak ada yang dapat menimpakan bala kepada seseorang kecuali Dia; tidak ada yang ditakuti dan tidak ada yang dipandang selain  Allah.
  3. Rabbunallah, berarti setiap yang timbul, pikiran dan takdir menghadap kepada-Nya dan mengharapkan ridha-Nya.
  4. Rabbunallah, berarti tidak ada tempat meminta keadilan kecuali kepada-Nya; tidak ada pimpinan kecuali petunjukNya
  5. Rabbunallah, berarti setiap orang dan benda yang berada di alam semuanya bergantung kepada Allah.
  6. Rabbunallah, adalah jalan yang menuju kepada tujuan itu, bukanlah hanya kalimat yang sekedar diucapkan dan bukan pula sebagai pengikat yang tak ada kaitannya dengan peristiwa dalam kehidupan. 
Akhirnya Sayid Quthub mneyimpulkan, bahwa ketetapan hati (istiqamah) yang berlandasakan Rabbunallah (hanya Allah-lah Tuhan kita), adalah tali yang teguh dan kuat, yang membuat mental dan fisik bisa bertahan merupakan pegangan hidup. Istiqamah menumbuhkan sikap sabar dalam memikul semua beban, tidak ragu-ragu mengahadapi kesulitan demi kesulitan. Siapa yang mempersunting sikap jiwa yang demikian, dia akan menerima nikmat yang besar.

Semangat tauhid yang memantul dari pengakuan Rabbunallah itu mampu memberantas rasa takut yang menjadi rintangan bagi manusia dalam menentukan pendirian, dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun.

Efek jiwa Tauhid
Adapun efek jiwa dan semangat Tauhid itu berdasarkan ungkapan pada ayat tersebut ada 5 macam, yang dapat dihayati dalam kehidupan di dunia ini maupun dalam kehidupan di akhirat kelak. Kelima nilai-nilai tersebut ialah:
1)     Memberantas rasa takut

2)     Menghilangkan semangat dukacita

Dukacita dalam kehidupan dan perjuangan adalah sikap jiwa yang negatif. Dukacita (risau) atau murung membuat manusia selalu bermenung, berkhayal, membuat ”istana di awang-awang”, menghilangkan energi, statis, tidak mempunyai gairah dan lain-lain. Fikiran selalu dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman pahit dan kegagalan di masa lampau dan tidak berusaha menarik pelajaran dari peristiwa itu.

3)     Mempunyai semangat pengharapan
Senantiasa mempunyai semangat pengharapan (optimisme), sebab percaya sepenuhnya janji Ilahi yang akan menganugrahkan taman kehidupan yang indah (surga) bagi orang-orang yang berpegang kepada Tauhid Uluhiyah (meng-Esakan Allah) dan melaksanakan Tauhid Ubudiyah (berbakti dan menyembah Allah)

4)     Menikmati kebahagiaan dunia dan akhirat 
Allah SWT akan bertindak sebagai Pelindung terhadap orang-orang yang berjiwa Tauhid, mengaruniakan nikmat baik dalam kehidupan di dunia ini maupun dalam kehidupan di akhirat.

5)     Sukses dalam mencapai cita-cita
Segala sesuatu yang diinginkan akan dipenuhi Ilahi, diberikan kemudahan dan sukses untuk mencapai cita-cita, segala permintaan akan diperkenankan.

Demikianlah pengaruh  jiwa tauhid itu,  bukan    saja    untuk    memberantas  rasa takut, kerisauan, sifat murung dan sikap-sikap jiwa lainnya yang negatif, tetapi selain dari itu merupakan sumber yang akan memancarkan sikap jiwa yang positif dalam menghadapi pasang-naik dan pasang surut kehidupan ini.

by Facebook Comment untuk Anda!

Artikel Terkait


0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih sudah berkunjung di Zona Artikel.
Kapan2 mampir lagi ya ! (:

 

Visitor Online

Followers

Zona Artikel Copyright © 2011 Not Magazine Transparent 3 Column is Designed by Yudi